Kepada lelaki
berjaket biru, lelaki yang pernah duduk di barisan depanku. Lelaki yang hanya
bisa kupandang punggungnya sambil terus tersenyum tak henti-hentinya.
Apa kabar kamu? Ku
harap kamu selalu baik, sama seperti saat pertama dan terakhir kali kita
bertemu. Ini adalah kali kedua aku menulis surat untukmu, meskipun aku tidak
yakin surat ini akan sampai ke kamu, dan kamu baca. Aku masih ingat kali
pertama aku mengirimimu surat, mungkin tahun lalu. Surat cinta yang kukirim
melalui program surat kaleng yang juga digalakan oleh Poscinta, yang ku yakin
surat pertama itu sampai padamu. Entah kamu baca atau tidak, tapi aku bersyukur
sudah mengirimkan sekaleng surat cinta tak bernama itu. Kali ini pun aku masih
ingin mengirimimu surat yang sama, surat yang berisi kesan pertemuan pertama
kita kala itu.
Pertemuan kita
bukanlah suatu pertemuan yang romantis seperti yang sering terjadi di film.
Kita tidak sengaja bertemu di suatu seminar yang diadakan kampusku, dan kamu
jauh-jauh datang dari kotamu demi mengikuti seminar itu. Surabaya, itu nama
kota tempat kamu menempuh pendidikan. Itu adalah sedikit info yang kutahu
ketika kali pertama kamu bersuara. Aku masih ingat bagaimana caramu berbicara,
saat kamu bertanya pada narasumber yang sedang memberikan materi saat itu.
Suaramu rendah, namun tegas. Aku masih ingat ketika aku mati-matian menghubungi
orang-orang yang menjadi panitia di sana hanya demi mengetahui namamu, dan
membuahkan hasil yang membuatku senang. Aku juga masih ingat bagaimana kamu tersenyum
padaku saat temanku yang dengan iseng menghampirimu dan mengatakan bahwa aku
sedang mengamatimu lekat. Senyummu santun sekali, sama seperti penampilanmu
saat itu. Kamu mungkin tidak tahu dan tidak sadar bahwa pertemuan pertama dan
terakhir kita itu sangat berkesan untukku.
Kepada lelaki
berjaket biru, lelaki yang pernah duduk di barisan depanku, lelaki yang hanya
bisa kunikmati punggungnya tanpa pernah bisa kuajak berjabat tangan.
Terima kasih kamu
pernah muncul sekali ke dalam hidupku, terima kasih kamu pernah memberikan
senyum santunmu itu padaku, terima kasih kamu pernah meladeni tingkah anehku
saat itu. Terima kasih atas pertemuan pertama dan mungkin terakhir kita itu. Ku
harap di mana pun kini kamu berada, Tuhan selalu melindungi dirimu dan langkah-langkah
panjang yang kamu pijak. Semoga kamu sehat dan bahagia selalu, lelaki berjaket
biru.
Klt, Februari 2015
No comments:
Post a Comment