Sunday, March 01, 2015

6 : Jaket biru dan Punggungmu

Kepada lelaki berjaket biru, lelaki yang pernah duduk di barisan depanku. Lelaki yang hanya bisa kupandang punggungnya sambil terus tersenyum tak henti-hentinya.
Apa kabar kamu? Ku harap kamu selalu baik, sama seperti saat pertama dan terakhir kali kita bertemu. Ini adalah kali kedua aku menulis surat untukmu, meskipun aku tidak yakin surat ini akan sampai ke kamu, dan kamu baca. Aku masih ingat kali pertama aku mengirimimu surat, mungkin tahun lalu. Surat cinta yang kukirim melalui program surat kaleng yang juga digalakan oleh Poscinta, yang ku yakin surat pertama itu sampai padamu. Entah kamu baca atau tidak, tapi aku bersyukur sudah mengirimkan sekaleng surat cinta tak bernama itu. Kali ini pun aku masih ingin mengirimimu surat yang sama, surat yang berisi kesan pertemuan pertama kita kala itu.
Pertemuan kita bukanlah suatu pertemuan yang romantis seperti yang sering terjadi di film. Kita tidak sengaja bertemu di suatu seminar yang diadakan kampusku, dan kamu jauh-jauh datang dari kotamu demi mengikuti seminar itu. Surabaya, itu nama kota tempat kamu menempuh pendidikan. Itu adalah sedikit info yang kutahu ketika kali pertama kamu bersuara. Aku masih ingat bagaimana caramu berbicara, saat kamu bertanya pada narasumber yang sedang memberikan materi saat itu. Suaramu rendah, namun tegas. Aku masih ingat ketika aku mati-matian menghubungi orang-orang yang menjadi panitia di sana hanya demi mengetahui namamu, dan membuahkan hasil yang membuatku senang. Aku juga masih ingat bagaimana kamu tersenyum padaku saat temanku yang dengan iseng menghampirimu dan mengatakan bahwa aku sedang mengamatimu lekat. Senyummu santun sekali, sama seperti penampilanmu saat itu. Kamu mungkin tidak tahu dan tidak sadar bahwa pertemuan pertama dan terakhir kita itu sangat berkesan untukku.
Kepada lelaki berjaket biru, lelaki yang pernah duduk di barisan depanku, lelaki yang hanya bisa kunikmati punggungnya tanpa pernah bisa kuajak berjabat tangan.
Terima kasih kamu pernah muncul sekali ke dalam hidupku, terima kasih kamu pernah memberikan senyum santunmu itu padaku, terima kasih kamu pernah meladeni tingkah anehku saat itu. Terima kasih atas pertemuan pertama dan mungkin terakhir kita itu. Ku harap di mana pun kini kamu berada, Tuhan selalu melindungi dirimu dan langkah-langkah panjang yang kamu pijak. Semoga kamu sehat dan bahagia selalu, lelaki berjaket biru.

Klt, Februari 2015

No comments:

Post a Comment