Tuesday, January 15, 2013

#HariKe11 Namanya Lanang

Namanya Lanang. Aku bertemu dengan Lanang ketika menunggu bus di halte dekat tempat kerjaku. Sore itu hujan, deras sekali. Kebetulan aku lupa membawa payung kecil yang biasa aku bawa kemana-mana, maka jadilah aku basah kuyup saat berlari-lari kecil menuju halte tempat biasa aku menunggu. Seseorang tiba-tiba mengulurkan handuk kecil ke arahku ketika aku sedang mengibas-ibaskan bajuku yang basah. Dia tersenyum, manis sekali ketika aku menoleh ke arahnya.
"Pakailah handukku. Masih bersih karena belum sempat kupakai" Dia masih mengulurkan handuk biru bermotif itu ke arahku. Ragu-ragu ku ambil handuk biru itu dan kucoba tersenyum semanis mungkin padanya. Dia tertawa, renyah sekali.
"Tidak usah memaksakan senyum padaku. Senyummu jelek sekali". Lagi-lagi dia tertawa, lebih keras dan terlihat sangat menikmati ketika mengejekku. Aku entah terkena angin apa, justru tidak marah ketika dia mengatakan senyumku jelek, padahal kami tidak saling mengenal satu sama lain.
"Terima kasih handuknya, dan terima kasih juga telah mengejekku" Ku balas tawanya yang renyah itu dengan senyuman yang lebih tulus.
"Namaku Lanang Bagas Adikara"
"Namaku Laksmi. Hanya Laksmi". Kami saling mengulurkan tangan untuk menjabat satu sama lain kemudian tertawa bersama, entah menertawakan apa.
Kami diam satu sama lain, tidak melanjutkan perkenalan itu dengan obrolan ringan. Bagiku sendiri, perkenalan singkat itu cukup membuatku merasa mengenalnya. Bus yang ku tunggu akhirnya datang, Aku segera naik kedalam bus. Kulihat dia tidak mengikutiku dari belakang, jadi kupikir kami memang berbeda tujuan. Aku yang sudah duduk manis ditepi jendela,mendadak mendekati pintu masuk bus dan melenggang keluar dengan santainya. Kuputuskan tidak naik bus itu. Tidak kuhiraukan teriakan dan umpatan dan kenek bus yang memanggil-manggilku untuk naik kembali.
Aku menghampiri Lanang yang masih berdiri di halte itu. Dia memandangiku dengan tatapan penuh pertanyaan. Aku sendiri pun juga tidak tahu mengapa aku melakukan ini semua. Aku hanya tahu bahwa di dalam diriku, ada suara yang menyuruhku untuk tetap bersama Lanang saat itu.
" Maukah kau mengantarku pulang?". Lanang tetap diam mendengar ucapanku. Dia tidak berkata apa-apa hampir selama 10 detik. Dia lalu mengangguk, menyetujui usulku.
Kami lalu berjalan kaki bersama, menuju rumahku. Rumah yang jaraknya hampir 4 km dari halte itu.

No comments:

Post a Comment