Tuesday, June 30, 2015

Asing

Asing.
Pernahkah kamu merasa begitu asing di tempatmu tumbuh besar? Asing dengan orang-orang yang selama bertahun-tahun ini menjadi kawanmu tumbuh dewasa. Asing dengan tempat-tempat yang sering kamu kunjungi saat kamu masih belum mengerti apa itu cinta. Asing dengan tatapan-tatapan tajam orang-orang yang menganggapmu seperti alien yang baru saja mendarat dari planet lain.
Lalu kamu merasa bahwa kamu sendiri, kesepian, tak punya kawan untuk bercerita bahkan untuk sekedar saling sapa. Tak ada yang mengindahkanmu, tak ada yang mau mengajakmu untuk masuk ke dalam ‘rumah’ itu lagi. Kamu merasa sudah tidak diterima oleh rumahmu, atau mungkin kamu sendiri yang menjauhkan dirimu sendiri dari tempat itu. Benar kata orang bahwa ketika waktu berjalan, orang-orang pun juga akan berubah. Entah kamu yang berubah, atau orang-orang itu, orang-orang yang menetap di tempat itu ketika kamu mulai beranjak mencari dan menjalani kehidupan yang baru. Perubahan yang kadang membuat kamu menangis karena kamu merasa kamu tidak lagi diterima oleh mereka. Perubahan yang kadang membuat kamu tersenyum karena kamu bersyukur tidak lagi berada dalam lingkungan yang mungkin sebenarnya memberikanmu rasa sakit. Perubahan yang baik dan buruk, dan mau tak mau harus kamu terima sembari terus menjalani hidupmu.
Mungkin kamu hanya perlu mendekat, mencoba kembali untuk memasuki rumah itu, jika kamu benar menginginkan tembok yang membatasi itu runtuh. Kamu harus mau memulai lagi semuanya dari awal, karena pada kenyataannya kamu lah yang dianggap pergi, kamu lah yang dianggap meninggalkan. Dan mungkin pula kamu harus menekan ego dan perasaan tak enakmu demi membuat kamu merasa memiliki rumah itu lagi. Kamu boleh menangis dan menyerah ketika kamu tak kuat menghadapi itu semua, tapi menangislah secukupnya. Ingatlah bahwa hidupmu masih akan terus berjalan, dengan atau tanpa mereka yang sudah tertinggal di belakang. Kamu harus bahagia.

Tuesday, June 16, 2015

Maddah dan Sunyaruri (Sebuah Catatan Pribadi)

Sebelumnya aku mau bilang kalau ini bukan review. Ini cuma catatan pribadiku tentang buku yang baru selesai kubaca dan kisah-kisah di baliknya.
**
Akhirnya hari ini aku menyelesaikan membaca buku karangan Risa Saraswati ini setelah mungkin berbulan-bulan kudiamkan dan tak kusentuh. Beberapa kali aku memang ingin mencoba membaca karyanya ini, namun saat itu juga aku malah melakukan hal lain. Ya itulah kebiasaan burukku, mudah terdistraksi oleh hal-hal lain yang tiba-tiba muncul dalam kepalaku.
Sebelumnya pernahkah kalian mendengar nama Risa Sarawati? Bagi para penikmat musik indie pasti beberapa kali pernah mendengar band yang ia gawangi. Sarasvati, itu adalah nama band/solo project yang Risa gawangi sekarang dan kebetulan dialah vokalisnya. Aku tidak begitu tahu konsep musik band ini, atau genrenya namun beberapa kali aku pernah mendengar lagu Saravati diputar di radio, dan menurutku yang bukan ahli musik ini musik mereka sedikit mistis, horor dan tak jarang membuat bulu kuduk merinding. Nggak tahu kenapa tapi beberapa kali dengar lagunya, itu yang aku rasakan :D
Sejujurnya aku sama sekali tidak tahu siapa itu Risa Saraswati, sampai akhirnya pada suatu ketika aku menemukan buku keduanya yang berjudul Maddah di salah satu toko buku yang sering ku kunjungi di Kota perantauanku. Atas dasar rasa kepincut sama kavernya yang sejujurnya agak seram karena ada gambar peti dengan background hitam yang membuat kavernya semakin menegaskan kalau ini buku cerita horor, akhirnya aku beli buku itu. Selain karena kavernya, aku juga tertarik karena blurb yang disampaikan di kavernya, cukup membuat penasaran. Oiya dan awalnya aku mengira ini adalah novel horor, tapi setelah baca penilaianku berubah. Hahaha
Buku Risa ini memang menceritakan seputar makhluk tak kasat mata, namun kemasan cerita yang disampaikan berbeda dari cerita horor lainnya. Risa menyampaikan kisah persahabatannya dengan lima makhluk tak kasat mata yang ia temui sejak kecil dan terus menemaninya hingga ia tumbuh dewasa. Cerita persahabatannya dengan lima makhluk itu tidak sarat dengan cerita mistis populer yang sering kita lihat di film-film horor Indonesia, justru lebih banyak berisi cerita kisah masa lalu sahabat-sahabatnya selama hidup dan juga cerita kematian beberapa makhluk lain yang Ia temui secara tak sengaja. Hampir sebagian besar tokoh yang Ia ceritakan adalah tokoh-tokoh yang hidup ketika zaman penjajahan sebelum kemerdekaan yang merupakan keturunan Belanda termasuk kelima sahabat kecil Risa.
Maddah
Karena sudah suka sama buku Risa yang itu, akhirnya aku cari buku Risa yang lain. Beberapa kali aku cari karya pertamanya, Danur namun seringnya aku kesulitan menemukan buku itu di toko buku yang biasa kukunjungi. Lalu suatu ketika aku menemukan Sunyaruri di antara buku-buku lain, dan langsung saja kubeli tanpa pikir panjang. Aku sudah cukup menikmati gaya menulis dan jenis cerita yang Risa sampaikan jadi nggak ada keraguan sedikitpun  untuk melewatkan karyanya yang satu ini.
Dan akhirnya, hari ini aku selesai membaca buku ketiga Risa ini setelah berminggu-minggu aku cuekin. Hehehe maafkan aku, Risa.
Sunyaruri
Kesan setelah membaca buku kedua ini? Sama, aku masih sangat menikmati cerita tentang sahabat-sahabat Risa ini. Yang membuat berbeda dari buku sebelumnya adalah di buku ini Risa menyampaikan kerisauan, kebingungan dan kegalauannya karena merasa rindu dengan sahabat-sahabatnya. Dia menuturkan kembali momen-momen lalu yang terjadi antara mereka, dan juga tentu saja ia masih bertemu dengan makhluk-makhluk lain dengan latar belakang cerita yang juga tentunya menarik.
Membaca buku-buku Risa ini bagaikan membaca dongeng. Bukan dongeng seperti yang sering kita dengar ketika akan tidur, namun dongeng tentang makhluk-makhluk yang tak kasat mata. Risa memberi perspektif baru bahwa tak semua makhluk-makhluk tak kasat mata itu jahat dan menyeramkan seperti bayangan kita, dan kalaupun 'mereka' berbuat iseng biasanya ada latar belakang yang menjadi pemicunya. Cerita-cerita ini bukan sekedar cerita hantu biasa, namun juga terselip pesan-pesan baik yang bisa dijadikan pelajaran dalam hidup. 
Terima kasih Risa, telah membuatku merasa mengenal sahabat dan teman-temanmu ini..

Klaten, Juni 2015

Wednesday, June 10, 2015

Pada Hari Kamu Meninggalkanku

Pada hari ketika kamu memutuskan untuk mengucapkan selamat tinggal, aku sudah berpasrah akan hal itu. Wajahmu cerah, tampak bahagia ketika akhirnya aku mengiyakan keinginanmu untuk berpisah. Kusambut wajah bahagiamu itu dengan senyum tipis setulus mungkin demi membuat kamu tenang dan tidak mengkhawatirkanku. Kamu lalu memelukku. Pelukan yang teramat hangat, sehangat pelukan pertamamu dulu. Mungkin ini adalah pelukan terhangat yang pernah kamu berikan untukku selama ini. Kamu lalu melepas pelukan itu dan segera berlalu meninggalkanku yang masih mematung dan memasang wajah tersenyum demi membuatmu bahagia sampai jejak langkahmu hilang dan tak tampak dari mataku. Aku mulai menangis selepas bayanganmu hilang. Lirih dan tanpa suara namun sangat menyayat perasaan. Aku tak berhenti menangis sampai seorang teman baik mengulurkan tangannya untuk meraihku. Dia tersenyum sangat manis. Semanis senyummu ketika kamu meninggalkanku. Ah lagi-lagi aku mengingatmu. Sial.

Saturday, June 06, 2015

Dolan Klaten

Karena liburan itu nggak selalu harus mahal. Yak benar sekali kalimat yang beberapa kali aku dengar itu. Sejatinya liburan itu nggak harus melulu pergi ke tempat-tempat baru yang memerlukan budget yang ekstra, cukup disesuaikan dengan dana yang ada di kantong. Kalau sekiranya bisa nabung untuk liburan ke tempat impian, ya monggo saja itu malah lebih baik. Namun, jika dana di kantong dirasa nggak cukup dan lebih dialokasikan untuk keperluan lain, itu juga pilihan yang tidak salah. Nah gimana dong caranya liburan tapi tetep murah meriah? Postingan kali ini bukan bermaksud memberi tips liburan dengan dana seadanya, cuma aku mau berbagi sedikit contoh liburan yang tidak memerlukan budget banyak dan jaraknya mudah dijangkau dari lingkungan rumahku.
Kira-kira beberapa bulan yang lalu, aku lupa tepatnya bulan apa namun aku ingat itu hari jumat karena saat kami (aku, dan kedua temanku) mencari lokasi-lokasi untuk foto banyak para lelaki berbaju koko yang menuju masjid. Oke ini nggak nyambung tapi yasudahlah ya mari kembali ke topik utama. Beberapa bulan lalu, aku, the newlywed Ifa dan Atika sedang jenuh-jenuhnya karena tidak ada aktivitas paska menyelesaikan sekolah kami. Karena kejenuhan itulah akhirnya kami bertiga merencanakan melakukan trip murah meriah ala kami. Nah sebelum melakukan trip (yang seharusnya lebih aku sebut sebagai photo session) ini, Atika yang punya beberapa akun sosial media yang hits sudah berselancar mencari tahu lokasi-lokasi yang cocok untuk dilakukan sesi foto, jadi pada saat eksekusi kami sudah tidak bingung lagi mau ke mana.
Here we goooo.....