Wednesday, September 06, 2017

Is it okay to be an Asshole?

Pernah menjadi korban bukan berarti free pass untuk melakukan kejahatan yang sama ke orang lain, terlebih jika tahu bahwa hal itu salah@funjunkies 
Saya pernah membaca kalimat di atas di linimasa twitter saya, mungkin sekitar 2 tahun yang lalu. Bagi saya kalimat tadi merupakan sebuah wejangan, juga membuat saya mengingat-ingat apakah saya juga pernah melakukan hal yang sama di masa lalu. Karena sebagai manusia biasa, kita sendiri (atau mungkin lebih tepatnya saya) pasti pernah melakukan kesalahan atau kejahatan pada orang lain baik itu kecil atau besar. Atau setidaknya mungkin pernah mempunyai pikiran buruk atau jahat pada orang lain.
Namun jika di antara kalian semua ada yang tidak atau belum pernah berbuat salah atau berpikir yang buruk dan jelek pada orang lain, maka saya sangat salut dan menaruh hormat pada kalian.


Saya termasuk satu dari manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan itu.

Saya juga pernah melakukan kesalahan, jahat pada orang lain, pernah dengan perbuatan namun pernah juga melakukan jahat dalam pikiran. 
Karena jujur saja tidak sekali dua kali saya berpikir jahat pada orang lain terutama di situasi-situasi tertentu yang memaksa saya mengeluarkan sisi jahat saya.
Contoh ketika di jalan raya dan saya berpapasan dengan pengendara yang ugal-ugalan, tidak tertib dan tidak menggunakan perlengkapan keamanan kadang di dalam hati saya membatin 'semoga dia jatuh di jalan, biar tau rasa'.
Ya jahat sih karena terdengar seperti mendoakan hal buruk terjadi ke orang lain, tapi bener deh kadang ada momen-momen saya nggak bisa mengontrol pikiran saya dan berujung pada pikiran buruk ke orang lain. Maafkan ya~


Kembali ke topik utama postingan kali ini, sebenernya tidak sedikit dari kita yang tanpa sadar melakukan tindakan kejahatan atas dasar pernah menjadi korban di masa lalu. Kejahatan yang saya maksud ini luas ya, dari tindakan ringan hingga berat. Dari urusan percintaan hingga urusan pekerjaan, bahkan kejahatan asusila.


Misalnya di masa lalu pernah menjadi korban perselingkuhan, lalu di kemudian hari melakukan perselingkuhan juga ke pasangannya saat itu.
Diselingkuhi itu memang nggak enak, menyakitkan, mengecewakan tapi bukan berarti kita juga harus melakukan hal yang sama atas dasar sakit hati dan balas dendam kan? Apalagi kalau pasangan kita adalah orang yang baik, benar-benar sayang sama kita dan nggak seperti masa lalu kita.
Buat saya itu nggak adil. Nggak adil buat diri sendiri dan tentunya buat pasangan, karena artinya nggak ada bedanya dong diri kita sama pasangan di masa lalu yang tukang selingkuh?
Sama-sama buruk hatinya.


Contoh lain yang lebih besar adalah kejahatan asusila yang nggak cuma satu dua terjadi di Negara kita ini. Dalam beberapa kasus yang sempat saya baca, para pelaku kejahatan asusila seperti sodomi, pemerkosaan pernah merasakan menjadi korban dari kejahatan tersebut.

Dan mungkin atas dasar pernah mengalami kekerasan seksual semacam itu, beberapa merasa harus 'membalas' rasa sakitnya dengan cara yang sama ke orang lain, terlebih orang (yang bagi para pelaku) yang lebih lemah dari mereka.
Adil? Tentu saja tidak.
Karena membalas atau meneruskan perlakuan jahat yang kita terima ke orang lain sama saja dengan menambah rantai masalah. Sama saja dengan meneruskan 'tradisi' tidak baik ke generasi selanjutnya.
Rantai masalah seperti itu tidak akan pernah putus dan akan tetap menjadi rantai masalah kalau kita meneruskan hal serupa karena dendam di masa lalu.

Menjadi korban memang tidak pernah menyenangkan, bahkan bisa membuat orang menjadi trauma, tapi sekali lagi, pernah menjadi korban bukan berarti free pass bagi kita untuk melakukan kejahatan ke orang lain, terutama kalau kita tau bahwa perbuatan itu salah.
Karena atas dasar apapun, setiap orang tidak pernah pantas mendapatkan kejahatan.