Monday, March 05, 2018

Menuju #AjArBersama Bagian 1

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 


Kemarin saya baru pulang dari rumah orang tua saya di Klaten, sekalian ambil foto nikahan saya yang dilaksanakan sebulan lalu. Akhirnya setelah satu bulan lebih nikah, fotonya baru jadi. Hehehe.
Nah karena lihat-lihat foto itu akhirnya kepikiran untuk buat postingan ini. Saya cuma mau berbagi beberapa hal, serba serbi yang berkaitan dengan pernikahan saya kemarin. Barangkali besok ada yang berencana menikah dan bingung masalah vendor kan, nah mudah-mudahan tulisan ini sedikit membantu.
Postingan kali ini isinya review dari saya untuk semua pihak yang membantu dalam terlaksananya pernikahan saya. Oke mari kita mulai saja ya.

1. Mahar
Kenapa bahas mahar dulu? Karena mahar adalah salah satu syarat sah nya sebuah pernikahan dalam islam. Mahar memiliki makna yang cukup dalam, menandakan bahwa seorang wanita harus dihormati dan dimuliakan, diberikan dengan penuh keikhlasan dan kerelaan dan nantinya akan menjadi hak istri sepenuhnya.
Untuk urusan mahar ini alhamdulillah di sekeliling saya banyak orang bertalenta urusan hias menghias dan kreatif, jadi ya nggak terlalu susah untuk mencari vendornya. Untuk mahar saya percayakan pada Mahar Nikah Klaten.
Mahar nikah klaten ini kebetulan usaha milik bapak kepala sekolah tempat saya mengajar dulu. Beliau memang jempolan urusan membuat kreasi-kreasi bagus, jadi saya nggak ragu untuk pesan ke beliau. Jauh-jauh hari saya sudah pesan sama Pak Yunan untuk membuatkan mahar saya, karena  takut nggak dapat slot pemesanan. Maklum orderan beliau ini banyak sekali, dan nggak cuma sekitar klaten lho.





Karena mahar saya uang, jadi dari awal saya memang nggak pengen uangnya dilipat-lipat dan dibentuk macam-macam. Saya mau sederhana, nggak ribet, tapi tetap elegan dan manis. Alhamdulillah bang ewox juga sependapat sama saya urusan mahar, akhirnya jadilah mahar seperti foto di atas.
Saya sih puas sama hasilnya. Seperti mau saya, dan lumayan cepet untuk pembuatannya. Mungkin sekitar 3 mingguan. Itupun di h-sekian saya masih ngerecokin pak Yunan minta diubah karena maharnya nambah. Untungnya pak Yunan baik hati dan gerak cepat jadilah maharnya sebelum hari H.

2. Venue
Salah satu hal krusial dalam menyelenggarakan pernikahan (selain calon istri/suami, penghulu, mahar, saksi ya) adalah tempat atau lokasi acara. 
Untuk venue sendiri, di Klaten sendiri sudah cukup banyak pilihan tempat yang bisa dipakai untuk menyelenggarakan pernikahan. Misalnya Gedung Al Mabrur, Gedung Wongso Menggolo, Gedung RSPD, PG Gondang, gedung-gedung pertemuan atau balai di masing-masing kecamatan, bahkan Masjid Agung Al Aqsa Klaten yang sekarang sering dijadikan tempat menggelar akad nikah juga menyediakan aula untuk acara resepsi pernikahan.
Mau pilih gedung yang mana, tinggal disesuaikan dengan dana yang disiapkan, atau bisa juga menggelar acara sendiri di rumah.

Kalau di pengalaman kemarin, kami sekeluarga memutuskan menggelar acara di gedung karena beberapa pertimbangan seperti karena permintaan saya supaya ibuk dan bapak lebih nggak repot menyiapkan dan rumah nggak terlalu riweuh serta berantakan (yang nyatanya tetep berantakan dan penuh juga sih).
Sebenarnya impian menikah saya itu pengen pesta kebun, ala-ala piknik gitu loh. Jadi kalau bisa tuh ya di taman, di luar ruangan, atapnya bukan ternit tapi langit, dan lebih santai supaya nggak terpaku di pelaminan gitu. Jadi waktu ditanya mau di mana sama orang tua, saya bilang maunya di PG Gondang. Di kawasan homestaynya PG Gondang (berdasar foto-foto orang yang pernah menikah di sana) bisa dijadikan untuk pesta kebun gitu, makanya saya pengen banget di sana.
Tapi yah, namanya juga menikah ini bukan cuma hajatan anaknya aja, tapi juga sebagai bentuk syukuran orang tua, jadi orang tua langsung menolak pilihan venue itu karena pertimbangan lokasi yang jauh dari rumah. Kasihan sama tetangga di sekitar rumah katanya kalau lokasinya jauh. Alhasil pilihannya jatuh ke Gedung Al Mabrur yang jaraknya nggak ada 5 km dari rumah.

Setelah menentukan lokasi mau di mana, ternyata masih ada drama dalam urusan venue ini. Jadi waktu bapak dan ibuk ke sana untuk survey dan tanya-tanya, ternyata di tanggal itu juga sudah ada yang tanya-tanya tentang ketersediaan gedung. Pusing kan ya, tanggal sudah ditentukan, eh ternyata gedungnya nggak kosong (Kebetulan kami memang menentukan tanggal dulu baru pilih gedung, dan kebetulan juga bersamaan dengan ulang tahun saya hehehe).
Tapi alhamdulillahnya mungkin memang rezeki kami, kata pengelola gedung karena yang tanya-tanya itu belum memberikan tanda jadi kesepakatan, jadi gedung itu masih kosong alias masih bisa dipesan di tanggal itu. Langsung saja sorenya kami memberikan tanda jadi sebelum gedungnya dipesan orang lain, dan jadilah urusan venue beres tanpa masalah.

Al Mabrur sendiri memiliki beberapa paket penyewaan yang ditawarkan, disesuaikan dengan jumlah tamu, dan konsep acaranya apakah dengan prasmanan atau piring terbang. Kalau di Klaten sendiri, masih banyak sekali kok acara pernikahan dengan konsep priring terbang. Maksudnya piring terbang adalah tamu tinggal datang dan duduk, menikmati acara sampai selesai (biasanya banyak adatnya seperti atur pambagyoharjo, pasrah temanten baik dari temanten kakung atau putri, sungkeman, temon, dan lain sebagianya) dan dilayani dalam urusan perjamuannya.
Untuk paketnya, silakan dicek ke website mereka ya (klik link di atas), di sana ada detil harga dan fasilitas yang diberikan, termasuk nanti akan ditawari juga mau menggunakan jasa WO dari sana atau tidak.

Saran saya kalau mau menyelenggarakan acara di gedung-gedung tersebut, jauh-jauh hari memang sudah harus survey dan tanya. Kalau saya kemarin setelah menentukan tanggal pernikahan, 6 bulan sebelumnya sudah survey dan pesan lokasi karena hampir tiap akhir minggu semua gedung-gedung yang saya sebut itu pasti digunakan untuk acara. Jadi ada baiknya kalau memang pengen di gedung-gedung tadi ya sudah harus pesan beberapa bulan sebelumnya. Atau kalau misal ngotot mau menyelenggarakan acara di gedung A, ya berarti mau nggak mau memang harus menyesuaikan dengan hari dan tanggal yang kosong di gedung tersebut.

3. Cincin
Selanjutnya yang mau saya bahas adalah cincin. Cincin ini sebenernya nggak wajib ya, nggak pakai ya nggak apa-apa, pakai pun lebih oke. Kenapa? Kalau kami sih buat pertanda kalau pasangan kita itu udah punya orang, dan semacam pembatas supaya nggak ada yang macem-macem sama pasangan kita. wkwkwkw.
Nah untuk cincin nikah ini, kebetulan saya dan bang ewox nggak ganti cincin. Maksudnya gimana tuh nggak ganti cincin? Iya, jadi cincin yang kami pakai di lamaran dan nikah itu sama. Cuma pindah aja masangnya. Dari jari kiri ke jari kanan.
Ngirit banget sih nggak ganti cincin. Ya gapapa, sayang uangnya besok biar bisa buat beliin saya cincin yang lain, berlian misalnya, ye nggak bang ewox 😚

Pencarian cincin ini juga lumayan lama sih, tapi carinya sebelum lamaran karena cincin kami kan nggak ganti. Karena bang ewox nggak boleh pakai emas, jadi dari awal kami sengaja cari vendor cincin yang punya alternatif bahan selain emas. Kami suka cincin yang simpel, nggak ramai, dan timeless. Ada beberapa vendor yang menarik perhatian kami, contohnya rockologist, dan spilla.
Dari awal saya sudah jatuh cinta banget-banget sama si rockologist. Bentuk-bentuk dan bahan cincin mereka pakai ini lain dari yang lain. Simpel tapi cantik banget menurut saya. Kebanyakan bentuknya menonjolkan detil pahatan batu, nggak halus seperti cincin kebanyakan, tapi justru itu yang menarik buat saya. Tapi, akhirnya kami nggak menggunakan vendor ini karena si bang ewox lebih pilih bikin di spilla.
Spilla ini punya 3 workshop, ada di Yogyakarta, Surabaya, dan Semarang, jadi bagi para capeng yang mau lihat-lihat langsung koleksinya bisa datang ke sana langsung. Kebetulan karena lokasi kami di sekitar Yogyakarta, maka kami menyempatkan datang ke workshopnya langsung di daerah Kotagede. Yang ada di sekitar Yogya pasti tau lah ya kalau Kotagede memang terkenal dengan kerajinan peraknya.
Di Spilla sendiri menawarkan tiga jenis bahan yang bisa dipakai, yaitu silver, gold, dan paladium. Kita bisa memesan satu pasang cincin dengan bahan yang sama, atau berbeda. Misal mau sepasang cincin gold untuk perempuan, dan paladium untuk laki-laki. Selain itu, mereka juga menawarkan cincin dengan 3 warna yaitu gold, white, and rose gold. Dan bisa dikombinasikan juga, misal mau white dengan sentuhan rose gold atau gold.
Servisnya juga cukup baik kok, ketika sampai di sana kami ditunjukkan beberapa contoh koleksi mereka dan dibantu dalam hal pemilihan model dan detil cincin yang diinginkan.
Jadi vendor ini sangat membantu sekali bagi pasangan muslim yang sebenarnya pengen pakai cincin tapi masih ragu takut emas, karena tetap bisa pakai cincin dengan bahan yang oke punya.


Model cincin saya dan bang ewox. Punya bang ewox nggak ada matanya.

Mungkin cukup tiga ini dulu kali ya saya bahasnya, nanti di postingan selanjutnya saya akan bahas beberapa hal lain seperti rias, dekorasi dan foto (karena satu paket), attire & sepatu, dan katering.

Xoxo

Wednesday, September 06, 2017

Is it okay to be an Asshole?

Pernah menjadi korban bukan berarti free pass untuk melakukan kejahatan yang sama ke orang lain, terlebih jika tahu bahwa hal itu salah@funjunkies 
Saya pernah membaca kalimat di atas di linimasa twitter saya, mungkin sekitar 2 tahun yang lalu. Bagi saya kalimat tadi merupakan sebuah wejangan, juga membuat saya mengingat-ingat apakah saya juga pernah melakukan hal yang sama di masa lalu. Karena sebagai manusia biasa, kita sendiri (atau mungkin lebih tepatnya saya) pasti pernah melakukan kesalahan atau kejahatan pada orang lain baik itu kecil atau besar. Atau setidaknya mungkin pernah mempunyai pikiran buruk atau jahat pada orang lain.
Namun jika di antara kalian semua ada yang tidak atau belum pernah berbuat salah atau berpikir yang buruk dan jelek pada orang lain, maka saya sangat salut dan menaruh hormat pada kalian.


Saya termasuk satu dari manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan itu.

Saya juga pernah melakukan kesalahan, jahat pada orang lain, pernah dengan perbuatan namun pernah juga melakukan jahat dalam pikiran. 
Karena jujur saja tidak sekali dua kali saya berpikir jahat pada orang lain terutama di situasi-situasi tertentu yang memaksa saya mengeluarkan sisi jahat saya.
Contoh ketika di jalan raya dan saya berpapasan dengan pengendara yang ugal-ugalan, tidak tertib dan tidak menggunakan perlengkapan keamanan kadang di dalam hati saya membatin 'semoga dia jatuh di jalan, biar tau rasa'.
Ya jahat sih karena terdengar seperti mendoakan hal buruk terjadi ke orang lain, tapi bener deh kadang ada momen-momen saya nggak bisa mengontrol pikiran saya dan berujung pada pikiran buruk ke orang lain. Maafkan ya~


Kembali ke topik utama postingan kali ini, sebenernya tidak sedikit dari kita yang tanpa sadar melakukan tindakan kejahatan atas dasar pernah menjadi korban di masa lalu. Kejahatan yang saya maksud ini luas ya, dari tindakan ringan hingga berat. Dari urusan percintaan hingga urusan pekerjaan, bahkan kejahatan asusila.


Misalnya di masa lalu pernah menjadi korban perselingkuhan, lalu di kemudian hari melakukan perselingkuhan juga ke pasangannya saat itu.
Diselingkuhi itu memang nggak enak, menyakitkan, mengecewakan tapi bukan berarti kita juga harus melakukan hal yang sama atas dasar sakit hati dan balas dendam kan? Apalagi kalau pasangan kita adalah orang yang baik, benar-benar sayang sama kita dan nggak seperti masa lalu kita.
Buat saya itu nggak adil. Nggak adil buat diri sendiri dan tentunya buat pasangan, karena artinya nggak ada bedanya dong diri kita sama pasangan di masa lalu yang tukang selingkuh?
Sama-sama buruk hatinya.


Contoh lain yang lebih besar adalah kejahatan asusila yang nggak cuma satu dua terjadi di Negara kita ini. Dalam beberapa kasus yang sempat saya baca, para pelaku kejahatan asusila seperti sodomi, pemerkosaan pernah merasakan menjadi korban dari kejahatan tersebut.

Dan mungkin atas dasar pernah mengalami kekerasan seksual semacam itu, beberapa merasa harus 'membalas' rasa sakitnya dengan cara yang sama ke orang lain, terlebih orang (yang bagi para pelaku) yang lebih lemah dari mereka.
Adil? Tentu saja tidak.
Karena membalas atau meneruskan perlakuan jahat yang kita terima ke orang lain sama saja dengan menambah rantai masalah. Sama saja dengan meneruskan 'tradisi' tidak baik ke generasi selanjutnya.
Rantai masalah seperti itu tidak akan pernah putus dan akan tetap menjadi rantai masalah kalau kita meneruskan hal serupa karena dendam di masa lalu.

Menjadi korban memang tidak pernah menyenangkan, bahkan bisa membuat orang menjadi trauma, tapi sekali lagi, pernah menjadi korban bukan berarti free pass bagi kita untuk melakukan kejahatan ke orang lain, terutama kalau kita tau bahwa perbuatan itu salah.
Karena atas dasar apapun, setiap orang tidak pernah pantas mendapatkan kejahatan.

Saturday, December 26, 2015

Gagal?

Minggu ini adalah minggu penutup akhir tahun yang cukup berat dan emosional buat saya. Seharusnya minggu ini adalah minggu yang penuh suka cita karena suasana libur panjang, tapi hal itu tak berlaku buat saya. Nyatanya saya mendapat kado akhir tahun yang cukup berbeda.

Hal ini dimulai ketika kamis sore lalu, tepatnya setelah pulang dari rumah kakak sulung saya, banyak sekali pesan masuk di salah satu grup whatsapp yang saya ikuti. Usut punya usut pesan-pesan itu berasal dari grup rekrutmen salah satu BUMN yang sedang saya ikuti. Grup itu dibuat untuk ajang silaturahmi dan berbagi informasi para peserta rekrutmen mengenai jadwal dan proses seleksi. Salah satu peserta seleksi mengabarkan bahwa hasil wawancara terakhir seleksi BUMN tersebut sudah keluar di web. Tentu saja kabar itu membuat saya deg-degan bukan main karena sudah saya tungu sejak beberapa hari lalu.

Saya makin penasaran ingin mengetahui hasil seleksi setelah membaca beberapa teman dinyatakan lolos seleksi, dan sesegera mungkin menyambungkan koneksi internet. Saya buka web yang dimaksud, namun saya sedikit ragu dan tidak siap membaca hasilnya. Saya picingkan mata saya sambil terus merapal doa, berharap hasilnya akan menggembirakan hati saya ( hal yang sama saya lakukan juga ketika melihat pengumuman hasil wawancara sebelumnya). Setelah berhasil login, keraguan dan ketakutan itu sempurna membuat saya terdiam cukup lama. Saya dinyatakan tidak lolos mengikuti tahapan terakhir dalam proses seleksi yaitu medical check up.
Butuh waktu sepersekian menit bagi saya untuk cukup awas hingga akhirnya saya mengabarkan hasil itu pada orang tua. Bapak yang mendengar kabar itu lalu meminta untuk ditunjukkan pengumuman yang dimaksud. Beliau lalu mulai bertanya mengenai proses seleksi kemarin, apakah saya dapat menjawab dengan baik atau tidak. Pertanyaan yang biasa saja sebenarnya namun dalam kondisi yang masih kaget dan sedih buat saya pertanyaan seperti itu cukup membuat saya tertekan dan merasa dihakimi. Saya merasa telah mengecewakan harapan orang tua saya, dan tentunya harapan diri sendiri, lalu saya mulai menangis.

Beberapa saat kemudian seorang teman semasa kuliah yang juga mengikuti tes di kota yang sama dan kebetulan juga diwawancarai oleh orang yang sama memberikan kabar bahwa dia juga berhenti di tahap ini. Saya juga dia, menangis di tempat kami masing-masing juga saling menguatkan satu sama lain. Ini momen yang cukup menguras emosi bagi kami berdua. Gagal di lintasan menuju finish itu menyakitkan.

Buat saya pribadi, seleksi ini adalah yang paling menguras energi dan mental dibanding seleksi lain yang pernah saya ikuti. Pada awalnya saya memang tidak terlalu antusias seperti teman lain. Hanya sekadar mendaftar dan tidak berpikir terlalu jauh. Namun setelah melalui tahapan demi tahapan yang panjang dan sempat membuat sakit karena saya selalu kehujanan ketika tes, maka ketika sampai pada tahap wawancara akhir, harapan yang tadinya hanya seujung kuku pun melesat naik, tumbuh dan terus tumbuh memenuhi hati saya. Harapan untuk segera bekerja sesuai apa yang saya ingini, harapan untuk bekerja di bidang pelayanan, dan tentu saja harapan untuk segera membahagiakan orang tua dan mengurangi beban mereka.

Kecewa? Tentu saja. Sedih? Apalagi. Saya bahkan berkali-kali menangis dan meyakinkan diri sendiri untuk tidak denial pada kenyataan. Mungkin reaksi saya ini berlebihan, tapi nyatanya saya memang cukup terpukul. Lebih sedih lagi ketika melihat wajah Ibu dan Bapak. Walaupun tidak tampak raut kecewa yang berlebihan dan selalu mengatakan 'gapapa bukan rezeki kamu' tapi saya tahu dalam hati mereka juga berharap. Ini lebih menyakitkan dan membebani daripada rasa kecewa diri sendiri. Sekarang saya sudah bisa menerima, ya memang belum sepenuhnya tapi setidaknya saya sudah cukup ringan menjawab ketika ada yang bertanya mengenai seleksi kemarin dan bisa menuliskannya.

Mungkin pada kesempatan kali ini jalan saya memang hanya sampai di sini, dan ini bukan rezeki saya, tapi saya tidak menyebut ini sebagai kegagalan. Ini adalah proses, dan di akhir pasti selalu saja ada yang berhasil dan tidak. Mungkin bukan sekarang, dan mungkin bukan di tempat itu rezeki saya berada. Yang masih saya ingat dan yakini adalah ketika satu pintu tertutup, maka Tuhan akan bukakan seribu pintu lain. Pintu-pintu yang dinilai lebih tepat dan cocok untuk saya.
Rezeki dan jodoh sudah ada jatahnya masing-masing dan tidak akan salah alamat. Mungkin saja saat ini rezeki dan jodoh saya sedang mencari alamat rumah saya, ya walaupun saya tidak tahu kapan akan bertemu, tapi selama saya mau berusaha dan tidak melupakan doa, mereka akan segera menemukan alamat saya. Semoga

Monday, November 09, 2015

Cerita Hujan

Musim hujan tahun ini berjalan lambat, November ini hujan baru mulai turun di beberapa kota, salah satunya di tempat di mana aku tinggal. Aku sendiri cukup antusias saat pertama kali hujan turun di kotaku. Hanya gerimis kecil yang bahkan tidak sampai lima menit tapi cukup membuatku tertawa kegirangan.
Banyak orang yang mungkin membenci hujan, namun tak sedikit pula yang mencintainya. Aku adalah orang yang mecintai sekaligus merasa kesal beberapa kali karena hujan.

pic taken from here
Aku mencintai hujan ketika aku sedang berada di dalam ruangan dan tidak merasakan dingin karena basah yang menyentuh tubuhku. Aku sangat suka menikmati hujan dari dalam kamarku. Aku akan menghabiskan waktu hanya dengan duduk di atas tempat tidur dan memandang hujan turun  lewat jendela kamar. Kamu mungkin akan membayangkan apa yang kulakukan ini seperti adegan-adegan film yang biasa kamu tonton, namun yang kulakukan tak seromantis itu. Aku tidak menikmati hujan dengan ditemani segelas cokelat hangat, lalu memandang embun yang menempel di kaca jendelaku. Aku hanya akan melihat keluar, memandang bulir air yang jatuh ke tanah dan sesekali mengendus bau tanah basah yang dihasilkan.
Pada momen-momen melankolis seperti itu, biasanya beberapa kenangan masa lalu menyeruak di kepala, misalnya kenangan ketika mantan pacarku dulu memberi sedikit kejutan kecil untukku. Aku masih ingat ketika mantan pacarku itu menyuruhku untuk memeriksa hadiah yang dia siapkan di laci mejaku, namun tak kutemukan apapun selain sampah bungkus permen sisa kemarin. Lalu aku mulai mengecek semua laci meja di kelasku itu demi menemukan hadiah yang dia maksud. Dan betapa bahagianya diriku waktu itu ketika menemukan sekotak kecil cokelat beserta pesan pendek yang ternyata menyasar di laci meja temanku. “Cokelat manis untuk perempuan manis. Semoga kamu senang dengan hadiah kecil ini” pipiku bersemu merah saat membaca pesan pendek itu. Lalu malam harinya mantan pacarku itu menelepon dan bertanya bagaimana perasaanku saat menerima hadiah yang ia berikan, dan kuceritakan kebingunganku saat harus menelusuri satu persatu meja kelas demi menemukan cokelat yang rasanya enak sekali itu. Kami berdua bercerita banyak hal dan tertawa malam itu, bahagia karena merasa saling menyayangi satu sama lain. Aku suka hujan saat itu, karena membawa ingatan menyenangkan di kepalaku.
Pada kesempatan yang lain, hujan mampu membuatku kesal, terutama ketika sedang bepergian dengan mengendarai motor kesayanganku sedang aku lupa membawa jas hujan. Aku tidak suka harus basah-basahan dan merasa kedinginan ketika mengendarai motorku. Memang itu salahku karena aku lupa membawa jas hujan, namun tetap saja aku akan kesal dan menyalahkan kenapa hujan harus turun saat aku bepergian dan lupa membawa jas hujan. Egois dan tidak bersyukur memang kelakuanku itu kalau dirasa.
Aku juga tidak suka hujan yang tak jarang membawa kenangan yang tidak ingin kuingat-ingat lagi. Misalnya ketika tiba-tiba aku teringat akan kebodohanku di masa lalu yang membuatku menyesal karena telah melakukannya. Mengingat kebodohan yang pernah kulakukan membuatku merasa menjadi orang yang menyebalkan, tidak peka, dan jahat yang pada akhirnya justru membuatku sedih ketika teringat semuanya. Aku akan menangis setelahnya, menyesali semua hal yang pernah kulewatkan dan keputusan yang pernah kuambil.
Aku punya kesan sendiri terhadap hujan. Ia seperti mesin waktu yang selalu berhasil membawaku mengunjungi masa lalu dan memaksaku mengingat kenangan yang pernah terjadi, baik itu yang menyenangkan atau yang buruk. Hujan selalu membuatku larut bersama kenangan dan meninggalkan kesan lain di hatiku.

Sampai detik ini, aku masih antusias dan bersorak senang ketika hujan mulai turun. Esok lusa, mungkin aku tidak akan seantusias seperti kali pertama hujan turun, mungkin aku akan mulai kesal, mengeluh dan mengumpat ketika hampir setiap hari harus kehujanan dan merasakan dinginnya, tapi aku selalu percaya bahwa hujan akan selalu memberikan kesejukan, keberkahan dan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkannya. Semoga

Sunday, September 13, 2015

Bukan 'Sekedar' Pekerjaan

Cerita kelima di 30 Hari Kotaku Bercerita

Ternyata sudah separuh perjalanan mengikuti proyek menulis ini, meskipun kadang masih susah dan bingung mau nulis apa tapi sejauh ini saya masih menikmatinya.
Oke mari kita langsung ke pokoknya, tema hari ini adalah 'pekerjaan kami sehari-hari' jadi saya akan sedikit bercerita mengenai beberapa pekerjaan yang dikerjakan masyarakat tempat saya tumbuh besar ini. Secara umum masyarakat Klaten masih banyak yang berprofesi sebagai petani dan pedagang, namun di beberapa daerah terutama di desa wisata, masyarakat sekitar berprofesi sesuai dengan potensi wisata yang sedang berkembang di daerah tersebut, misalnya sebagai perajin tenun lurik, dan perajin gerabah.

Luas lahan pertanian Kabupaten Klaten mencapai hampir lebih dari 65% dari total wilayahnya, dengan didukung kecukupan irigasi yang baik dan lahan yang subur menjadikan Klaten menjadi salah satu produsen beras yang cukup diperhitungkan di Indonesia. Salah satu jenis beras yang sudah terkenal di seantero Nusantara adalah beras rojolele yang berasal dari suatu daerah di Klaten yang bernama Delanggu. Tak jarang karena luasnya lahan pertanian ini banyak sekali masyarakat yang berprofesi sebagai petani, baik itu yang mengerjakan sawah milik sendiri atau sawah milik orang lain.
Bertani, saya kira masih merupakan satu profesi yang menurut masyarakat masih sangat menjanjikan dan dapat dijadikan tumpuan ekonomi.

Saya sendiri sejujurnya belum pernah melihat dengan pasti lahan-lahan persawahan di daerah Delanggu yang berasnya sudah terkenal dan banyak dikonsumsi masyarakat luas itu, namun saya tidak sangsi bahwa Klaten memang sangat kaya dengan sawah. Pernah suatu kali saya berkeliling ke beberapa daerah di Klaten hingga ke beberapa desa yang belum pernah saya jamah dan melihat hamparan sawah yang membentang luas, dan sejauh mata memandang hanya warna hijau padi dan biru langit yang saya lihat. Tidak hanya di satu atau dua desa, namun banyak sekali desa yang masih mengandalkan pertanian sebagai roda perekonomian mereka, termasuk di desa saya sendiri.
Gambar diambil dari sini
Kalau ada yang belum tahu apa itu lurik, lurik adalah kain tenun yang pola gambarnya berupa garis-garis memanjang vertikal yang pengerjaannya menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Beberapa daerah seperti Cawas, Pedan, Bayat adalah wilayah yang menjadi sentra kerajinan lurik, maka tak heran jika mayoritas penduduk sekitar berprofesi sebagai perajin tenun lurik. Yang saya baca pada tahun 2012 data dari BPS total ada sekitar 1200 perajin tenun lurik yang tersebar di beberapa daerah sentra lurik di berbagai wilayah di Klaten. Untuk mendukung potensi daerah itu, Pemerintah Kabupaten Klaten juga telah menggalakan program lurikisasi yaitu dengan menjadikan kain tenun lurik sebagai salah satu seragam wajib yang harus dikenakan pegawai pemerintahan, bukan hanya untuk mengangkat nama lurik, namun juga untuk mengangkat potensi ekonomi masyarakat.
Perajin tenun lurik. (Gambar diambil dari sini)
Monumen perajin tenun lurik dengan ATBM. (Gambar diambil dari sini)
Selain perajin tenun lurik, ada pula perajin gerabah di desa wisata Melikan. Hampir sebagian besar masyarakatnya menggeluti profesi ini, dan di desa wisata yang lokasinya berdekatan dengan kawasan wisata ziarah Paseban Bayat itu mudah ditemui sentra-sentra kerajinan di pinggir jalan yang menjual berbagai gerabah hasil buatan tangan penduduk lokal. Teknik yang digunakan para perajin dalam membuat gerabah dan keramik di Desa Melikan adalah dengan teknik putaran miring. Teknik putaran miring ini menggunakan alat putar dari kayu dan bambu dengan posisi miring kurang lebih 35 derajat. Menurut kabar kerajinan gerabah Desa Melikan ini juga sudah dilirik pasar mancanegara seperti beberapa negara di Eropa lho, jadi saya kira industri gerabah Melikan ini juga tak kalah dengan industri gerabah Kasongan di Yogyakarta dan cukup untuk memberikan penghidupan yang layak bagi penduduk lokal.
Gambar diambil dari sini
Itu adalah beberapa pekerjaan yang sampai sekarang masih banyak digeluti masyarakat Klaten. Memang sudah banyak pembangunan yang terjadi di Klaten mulai dari infrastruktur, pembangunan mental dan pendidikan yang menjadikan masyarakat menekuni profesi-profesi lain yang seringkali dianggap sebagai profesi yang wah seperti karyawan perusahaan, pegawai negeri, pengusaha, dokter, dan sebagainya namun jangan pula menganggap sebelah mata profesi-profesi lain, karena di luar itu tidak sedikit pula masyarakat Klaten yang masih mempertahankan kearifan-kearifan lokal daerahnya dan menjadikan potensi-potensi yang sudah ditinggalkan nenek moyangnya sebagai ujung tombak mata pencaharian mereka dan meningkatkan perekonomian mereka.

Pada akhirnya ukuran kecukupan pendapatan yang diperoleh juga kembali lagi ke pribadi orang yang melakukan pekerjaan itu dan kebutuhannya, karena sejatinya sebuah pekerjaan, apapun itu selama masih dilakukan dengan hati, halal, tidak merugikan orang lain dan dapat memberikan penghidupan serta kebahagian bagi yang melakukannya adalah sebaik-baiknya pekerjaan.

Love,
Ajeng